Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.
Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan ini adalah "novel Sumatera", dengan Minangkabau sebagai titik pusatnya.
Pada masa ini, novel Siti Nurbaya dan Salah Asuhan menjadi karya yang cukup penting. Keduanya menampilkan kritik tajam terhadap adat-istiadat dan tradisi kolot yang membelenggu. Dalam perkembangannya, tema-teman inilah yang banyak diikuti oleh penulis-penulis lainnya pada masa itu.
Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka:
- Azab dan Sengsara (1920)
- Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
- Cinta dan Hawa Nafsu
- Siti Nurbaya (1922)
- La Hami (1924)
- Anak dan Kemenakan (1956)
- Tanah Air (1922)
- Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
- Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
- Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
- Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
- Cinta yang Membawa Maut (1926)
- Salah Pilih (1928)
- Karena Mentua (1932)
- Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
- Hulubalang Raja (1934)
- Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)
- Tak Disangka (1923)
- Sengsara Membawa Nikmat (1928)
- Tak Membalas Guna (1932)
- Memutuskan Pertalian (1932)
- Darah Muda (1927)
- Asmara Jaya (1928)
- Pertemuan (1927)
- Salah Asuhan (1928)
- Pertemuan Djodoh (1933)
- Menebus Dosa (1932)
- Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
- Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar